Dermaga Hikmah: Cerita Syam, dari CIKAGO hingga SESAT

Dermaga Hikmah: Cerita Syam, dari CIKAGO hingga SESAT
Penulis bersama Syam Sayuti (kanan) di Warkop 52 (dok: istimewa)

“Dengan Pak SYL kami sering gowes dulu, kalau ke Jakarta kami juga bersepeda. Ada namanya Komunitas SESAT, Sepeda Sampai Tua.” – Kaharuddin, pensiunan Cipta Karya Sulsel.

 

IKASMANSAMKS.ORG – Pria yang duduk di samping kiri saya terlihat serius dengan hape. Matanya di layar gadget. Ada earphone terpasang di telinganya. Usianya sekira 60-an.

Dia sendiri. Sepedanya ditaruh di sisi kanan Warkop 52. Sepagi itu, sekira pukul 07.00 WITA saya sudah hadir di Warkop kesukaan ini.

Setelah menemani istri di pagi buta menuju Pasar Terminal Sungguminasa, saya minta diantar ke warkop yang hanya buka hingga pukul 5 sore dan tutup saat hari Ahad ini.

Saya bilang dan minta begitu karena membaca postingan Syam Sayuti sedang ada di sana.

Syam – teman semasa SMA ini – duduk di samping pria yang disebutkan pertama. Kami pun mengobrol.

Sebagai teman SMA, saya tidak ‘kenal’ Syam sejak itu tapi kemudian jadi akrab setelah beberapa kali bertemu sejak 2009.  Saya bahkan sempat menyambangi ke warkop-nya di Kota Palu dua tahun lalu, saat gempa dahsyat Palu.

READ:  Meriah, kompetisi domino Smansa Makassar Jabodetabek di Cafe Pua Kale

Ada banyak cerita yang saya dengar dari Syam, kami bercerita tentang betapa menyenangkannya melihat aktivitas anak-anak Smansa Makassar angkatan 1989 saat serah terima wakaf tanah dan peletakan batu pertama dan dihadiri oleh Ketum PP IKA Smansa Makassar, Andi Ina Kartika Sari.

“Saya salut pada kebersamaan kita, semoga tetap kompak ke depannya,” kata Syam.

Saya mengiyakan. Kami kemudian sampai pada kesadaran bersama bahwa dengan kebersamaan, saling percaya, saling sokong, organisasi bisa menjadi lebih hidup dan kreatif.

Sebagai alumni, pada kesempatan ngopi bareng itu, saya jadi tahu tentang Syam, tentang keluarga, tentang sekolah SD, teman main, teman akrab dan ‘kenakalan masa lalunya’.

Sajian pagi di Warkop 52 (dok: istimewa)

Juga tentang profesi, jalur pendidikan, latar belakang keluarga dan pandangan-pandangannya atas kebersamaan kami di Smansa 89 Makassar, terutama sejak Reuni Pertama SOSBOFI 2009.

“Terus terang saya baru tahu tentang latar belakang-ta, tentang kedekatan-ta dengan beberapa kawan SOSBOFI,” kataku tanpa sungkan.

Saya dan Syam adalah teman ‘baru’ yang dipertemukan sejak Reuni 2009. Bukan hanya Syam, ada banyak teman-teman SMA dulu yang saya hanya bisa melihat dari jauh, kini bisa akrab.

“Ini tommi kapang gunanya silaturahmi toh,” kata alumni Sosial saat SMA ini.  

Syam juga bercerita tentang beberapa teman SMA yang sedang kesulitan karena kondisi kesehatan. Hal yang menurutnya bisa direspon dengan beragam pilihan.

READ:  IKA Smansa 89 dan pengurus Masjid Ar Rasyid jajaki Sunatan Massal dengan Yayasan Kalla

“Iya, minimal tahu dan bisa mendoakan, apalagi kalau kita bisa silaturahmi dan membesarkan semangat mereka sebagai keluarga alumni,” katanya.

“Di usia begini, silaturahmi harus dibiasakan, bertemu teman, tanyakan kabar, rasanya sudah lebih cukup,” tambah pria yang mengaku menyukai ikan cupang ini.

Kembali ke pria pertama. Dia bernama Pak Kaharuddin, pernah menjadi pejabat di Dinas PU Sulsel. Saat saya ngobrol dengan Syam, dia seperti memperhatikan meski di telinganya ada earphone.

“Sekarang kami juga ada komunitas sepeda, padahal dulu ada juga komunitasnya, sepuluh tahun lalu. Namanya Cikago atau Cipta Karya Gowe. Saat itu sudah pakai kata gowes,” katanya.

Bersama Kaharuddin, ada pula Pak Nasir (66 tahun)r. Mereka mengaku pegowes di usia tua.

“Meski begitu Pak Kahar ini sudah pernah gowes di Jepang,” kata Pak Nasir.

“Iya kami menyeberang ke pulau dan sewa sepeda,” balas Kaharuddin. Sebagai pejabat, saat itu, Kaharuddin aktif bersepeda.

“Dengan Pak SYL kami sering gowes dulu, kalau ke Jakarta kami juga bersepeda. Ada namanya komunitas SESAT, Sepeda Sampai Tua,” jelas Kaharuddin sambil tertawa.

“Meski tua dan gowes, kami tidak seperti kalian. Yang penting sepeda, bisa silaturahmi,” kata Nasir yang mengaku punya anak empat dan sudah berkeluarga semua.

READ:  Mahasiswa UNHAS torehkan prestasi di ajang internasional ITEX 2020

Matahari kian tinggi, Syam pamit, Boger datang. Boger adalah salah satu pilar Klaners Gowes Community, komunitas sepeda yang merupakan wahana bagi anak-anak atau alumni Kelautan dan Perikanan.

Dengan Boger, saya menyesap makna lain, tentang pentingnya persiapan dan komunikasi dalam organisasi.

Tentang bagaimana mengkomunikasikan gagasan, secara partisipatif dan empati. Tentang penyiapan sumber daya dan semangat untuk hadir pada event persepedaan komunitas di Sulawesi Barat.

“Sangat penting bagi anggota KGC untuk bisa ke Polman pada tanggal 12 Desember 2020. Semoga hasil Pilkada nanti bisa bikin hati kita siap berlipat-lipat untuk berangkat,” ucapnya.

Eh?

 

Penulis: K. Azis

Tamarunang, 20 November 2020