Pengalaman bersama tiga senior andalan FEB Unhas

Pengalaman bersama tiga senior andalan FEB Unhas
Bersama tiga senior andalan (dok: K. Azis)

Tetaplah ceria, seperti ketiga senior andalan nan humoris ini.

 

IKASMANSAMKS.ORG – Di ranah akademik, apa dan siapa yang berpengaruh sepanjang pengembaraan ilmumu?

Jika konteksnya dunia kampus, saya menyebut tenis, laut dan dosen-dosen yang humoris. Lho?

Iya, sebagai mantan mahasiswa Kelautan yang doyan ke laut, saya sungguh menyukai aroma laut, angin kesiur hingga pantai.

Lalu? Tenis dan dosen humoris. Saya main tenis sejak tahun 1990. Saban hari main ternis di Lapangan Tenis Unhas Tamalanrea.

Lalu kenapa dosen humoris? Humor adalah pintu ilmu dan kasih sayang, eaaa… Iya, tanpa sense of humour, pintu-pintu kebahagiaan dan sisi kemanusiaan kita terkerangkeng. Sejauh itu?

Tafsirkanlah bahwa ini berarti saya tidak terlalu cocok pada dosen yang irit senyum, sakkang dan sok jago, apalagi tak didispilin dan seenaknya mengatur jadwal kuliah. #eh.  Halah.

Jadi begini.

Saya tidak bisa melupakan canda tawa kedua sosok idola ini Dr Tadjuddin Parenta dan Dr Muhammad Idrus Taba. Apalagi nama terakhir karena dosen pembimbing saya saat kuliah di kelas Magister Manajemen FE-Unhas 2009-2011.

READ:  Komunitas goGOsS89 SOSBOFI jajal destinasi wisata Lakkang di akhir pekan

“Kami kenapako kurus sekali?” tanya Pak Tadju nun lampau di lapangan tenis, antara tahun 94-95. Tentu dengan senyum dan baru koma. Seimbangkan gizi dan tetap olah ragam begitu penutupnya.

Pak Tadju paham suasana mahasiswa saat itu. Dia mengingatkan untuk menjaga fisik. Istrinya memang perawat, saya tahu dari ceritanya di lapangan tenis.

Saat saya KKN tahun 1994, dia dan Pak Imran (P2KNN) yang menyempatkan ‘sawer’ ke saya di Kecamatan Lamasi. Keduanya datang ke lokasi KKN dan tak lupa menitipkan uang jajan.

Tentu banyak cerita dan tidak bisa saya bagikan semua.

Kembali ke foto di atas.

UNTUK ketiganya saya menulis curahan hati ini. Foto ini saya ambil saat mengikuti gerak jalan santai, Dies Natalis Unhas tahun lalu.

Mereka, Muhammad Idrus Taba, teman sekampung di Sunggumniasa dan mentor saya selama kuliah di S2 Magister Manajemen Unhas 2009-2011,

Kedua, Tadjuddin Parenta, doktor ekonomi dan teman main tenis di rentang 1993-1995. Pengalamannya studi ekonomi di Filipina, wawasannya yang luas dan dalam terkait makro atau studi pembangunan, membuatnya istimewa di antara akademisi Unhas.

READ:  IKA Smansa 82 Makassar gelar rapat kerja dan luncurkan logo baru

Yang ketiga Bahtiar Mustari, senior di urusan peningkatan kapasitas perencana OPD di JICA-CD Project selama 2008-2012.

Ketiganya akademisi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin dan saya kenal sebagai sosok periang dan kaya inspirasi. Ketiganya memiliki selera humor nan khas dan tidak banyak yang bisa seperti mereka.

Meski akademisi, mereka tak membuat sekat yang membuat orang gentar untuk menyapa dan mencandainya, termasuk kalau hendak ‘maggele-gele’.

Idrus Taba, pria asal Selayar ini saya kagumi dari keaktifannya di social media seperti FB karena rajin berbagi cerita inspiratif, ‘management things’, hingga lelucon genit pada rezim. Semuanya dibungkus dengan ringan dan ‘pada’mu’.

Buku besutan Dr IMuhammad drus Taba, siapa minat?

Jadi wajar jika dia dengan mudah menyelesaikan atau menghasilkan buku “Semiotika Ekonomi: Mozaik dan Horizon” seperti gambar di atas. Selamat nah, kongsi!

Tentang Daeng Idrus, saya mengagumi daya uliknya pada manajemen organisasi, baik privat, pemerintah, maupun organisasi LSM, jadi kompetensinya pada hal-hal ‘mikroskopis’.

Pak Tadju, saat mengampu mata kuliah Makro Ekonomi di MM Unhas itu, mengguyur kami dengan candaan.

READ:  Rektor UNHAS: Pertanian cerdas alternatif bagi millenial era 4.0

“Jammako serius dudu Kama’, mana semuaimi itu teman main tenis-ta dulu?” katanya saat ada di ruang kuliah.

Yang ketiga, saya segrup di WA Alumni JICA-CD Project, sosok periang dan sarat cerita lucu terutama terkait ulah anak manusia, tentang sepasang insan. Haha.

Baidewei, foto kami ini saya ambil setelah kurang lebih satu jam berjalan sejauh 5 kilometer dari Kantor Gubernur Sulsel ke Kampus Tamalanrea, beriringan dengan Pak Tadju.

Banyak cerita yang dibongkar, meski napas tersengal.

 

Penulis: K ‘Denun’ Azis